Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang Perkara nomor 651/Pid.sus/2023/ PN.Jktpst terkait dengan perkara Dugaan Pencabulan dan Kekerasan terhadap anak. Sidang tertutup yang digelar hari ini, Rabu (8/11/2023), menghadirkan saksi korban berinisial AS (14).
Kuasa Hukum terdakwa Sutoro yang merupakan pekerja biasa, Advokat Syamsul Jahidin, SI.Kom, SH, MM, kepada awak media, Menilai ada Kejanggalan-kejanggalan dari Kejadian-kejadian yang diungkapkan oleh Saksi Korban', salah satunya adalah korban tidak mengakui sedang berpacaran sementara saksi mengatakan korban sedang berpacaran. Oleh karena itu, Syamsul meminta Majelis Hakim untuk menguji keterangan saksi korban.
"Sidang hari ini menghadirkan saksi korban, tetapi ada kejanggalan dari kejadian-kejadian yang seharusnya dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Alat bukti pun tidak ditunjukkan kepada kami, jadi hanya berdasarkan intuisi dan analogi,” ujar Syamsul.
Menurutnya, apa yang disampaikan oleh saksi korban tentang kronologi yang menurut korban dipaksa tetapi tidak ada bukti visual yang menyatakan ia dipaksa atau terpaksa, bahkan dokter ahli pun tidak menyatakan ada kekerasan fisik.
Syamsul menambahkan, dalam perkara ini pihak keluarga terdakwa telah memberikan uang sebesar Rp.30 juta sebagai ganti rugi dan diakui oleh keluarga korban dalam persidangan. “Pemberian ini sebagai ganti rugi, artinya ada niatan yang baik kepada keluarga korban bahkan terdakwa siap untuk menikahinya sebagai bentuk tanggung jawab,” jelas Syamsul.
Sebagai Kuasa Hukum, Syamsul berharap jika tidak ada kekerasan fisik lebih baik diselesaikan secara baik-baik mengingat masa depan mereka terdakwa dan korban. “Kalau bisa berdamai, mengapa tidak,” pungkasnya.
"Sebagai kuasa hukum berharap hukum akan tegak lurus. Yang benar tetap benar yang salah tetap salah. Dan, semoga saja cepat mendapatkan keadilan."harap Syamsul Jahidin,SIKom,SH,MM sebagai Managing Partner di AMF Law Firm yang berlokasi di Tangerang dan Ancol, Jakarta Utara (Jakut).
Pada dasarnya, sambungnya, pihaknya selaku Kuasa Hukum dari pihak Pemohon bukan mau membela kesalahannya tapi pihaknya mau membela hak hukumnya. “Karena di situ ada rasa pertanggungjawaban adanya itikad baik dan meluruskan peristiwa tidak seperti itu yang terjadi,” paparnya
“Nama klien saya adalah Sutoro. Ia hanya sebagai orang cilik atau orang kecil dan tidak mampu yang diduga melakukan tindakan pencabulan. Korbannya sendiri bernama Adinda Safitri dan pihak pelapornya bukan ayah kandungnya tapi ayah sambungnya menurut penyidik. Sampai saat ini, kita belum pernah melihat apakah betul dia ada namanya di Kartu Keluarga (KK) atau tidak. Karena menurut perkataan penyidik, namanya itu ada di KK. Tapi itu akan kita bantahkan di pokok perkaranya karena kalau dia itu masuk namanya di KK harus ada putusan pengadilan ketika dia mengangkat anak,” ungkapnya.
Pada dasarnya, sambungnya, pihaknya akan mencari fakta seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya dalam pokok perkara. “Maka itu, kami menghormati sidang ini,” tukasnya.
Dikatakannya, usia korban pencabulan sesuai KK itu 14 tahun dan belum memiliki elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) masih mempunyai Kartu Pelajar saja.
Ia menilai perkara ini sangat unik baginya, maka ia memimpin perkara ini sendiri. “ untuk pokok perkara saya dan tim yang akan turun di muka persidangan,” tandasnya.(red)
[2/11 23.11]
--